Jika ada orang yang memilih untuk menjadikan padi sebagai filosofi hidup, maka saya akan menjadikan coklat sebagai salah satu filosofi hidup saya. Tadinya saya belum berpikir untuk menjadikan coklat sebagai salah satu filosofi hidup saya, namun
kegemaran saya menyantap coklat ternyata
memacu stimulus di otak saya untuk berpikir
lebih jauh tentang sebuah coklat. Bingung
dengan filosofi coklat yang saya maksud?
Baiklah, saya akan menjelaskan filosofi coklat
–versi saya- untuk kamu semua.
Disukai banyak orang. Yup!Pasti kamu
semua sepakat dengan saya kan? Hingga saat
ini saya belum menemukan orang yang tidak
suka coklat. Tua-muda, kaya-miskin, cakep-
jelek, pintar-bodoh, bahkan waras-gila; semua
suka coklat. Coklat mampu merobohkan
batasan yang terkadang menjadi tembok
pembatas antar individu. Pun ketika ada orang
yang tidak mengkonsumsi coklat, biasanya
lebih karena alasan medis atau diet. Bukan
karena mereka tidak suka coklat! Coz,
everybody loves chocolate!
Saya ingin seperti coklat. Disukai dan dicintai
banyak orang, dari semua umur dan strata.Saya ingin menjadi coklat, yang mampu
merobohkan tembok pembatas individu, yang
mampu menyatukan perbedaan banyak orang dalam satu persamaan rasa. Seseorang yang
dapat menyenangkan, bahkan mungkin
menjadi hal yang terindah bagi orang lain. ;)
Coklat tetaplah coklat. Kalau ada kata-kata:
Hitam tetaplah hitam, dan putih tetaplah putih.
Maka saya akan berkata: Coklat tetaplah
coklat! Maksudnya begini, dalam konteks
coklat sebagai makanan –bukan sebagai salah satu jenis warna-, coklat akan tetap
bernama coklat. Walaupun warnanya putih
(white chocolate), hitam (dark chocolate),
atau coklat yang telah dimodifikasi ke dalam
berbagai bentuk dan warna. Sebagai makanan, predikat coklat tidak akan lepas dari
si coklat.
Dan, saya pun tetaplah saya. Saya sebagai
makhluk Sang Sempurna, saya sebagai anak,
saya sebagai kakak, saya sebagai kawan,
saya sebagai –mungkin- lawan, saya sebagai
pelajar dan nantinya saya sebagai istri,atau saya sebagai ibu. Tidak ada yang dapat
mencampuradukkan atau mengaburkan
seorang saya. Mungkin selintas terkesan
sombong. Tapi coba pikir, apakah kamu
semua harus selalu ‘melompat’ menjadi orang
lain ketika berada di tiap situasi berbeda?
Tentu tidak bukan?! Yang saya maksud disini
adalah sifat, sikap dan prinsip. Buat saya,
semuanya tidak perlu berubah, selama tidak
merugikan orang lain, bertentangan dengan
kaedah hukum yang saya pahami dan norma
lingkungan tempat saya berada. U are u!
Don’t judge the book by its cover. Apa
hubungan kalimat tersebut dengan coklat?
Untuk menjawabnya, saya akan mulai dengan
bertanya: Sudah pernah melihat buah dan
pohon coklat? Kalau belum, maka saya
pernah! Di kampung halaman ayah saya,
sebagian besar penduduk memiliki
perkebunan coklat, termasuk kakek saya.
Bermain, memetik serta merasakan buah
coklat di kebun coklat adalah waktu yang menyenangkan. Dulu, ketika saya masih di
Sekolah Dasar, saya pikir coklat terbuat dari
sejenis adonan kue yang kemudian di beri
pewarna coklat. Tidak pernah terpikir oleh
saya bahwa coklat lezat yang biasa saya
konsumsi, ternyata menjelma hanya dari
sebuah pohon yang buahnya mirip buah labu
kuning mini.
Begitu pula yang selalu saya tumbuhkan di
kalbu ini. Jangan pernah menilai seseorang
tampilan luarnya! Untuk menilaiseseorang, dengar substansi dari tiap
perkataannya! Lihat yang terkandung dalam
pemikirannya!Bukan dari performanya!
Banyak hal yang menipu di dunia ini, saya
hanya tidak ingin ikut tertipu dan ditipu oleh
dunia, maka saya memilih untuk menjadikan
mata hati sebagai penglihatan saya. Di dunia
ini, terkadang hal yang abstrak lebih sering
benar dari hal yang konkrit.
Dari 3 filosofi coklat diatas yang saya jadikan
filosofi hidup tersebut, masih ada beberapa
hal lain dibalik coklat yang berhubungan
dengan cinta.
Cinta yang elegan. Buat saya coklat adalah
makanan yang elegan dan penuh cinta,
terlepas dari berapa harga sebuah coklat.
Dulu, waktu lingkup kerja ayah saya masih di
Eropa, buah tangan yang selalu dia bawa
ketika kembali ke Indonesia adalah coklat.
Dan coklat itu khusus untuk saya dan adik-
adik, ibu, serta kerabat yang dianggap spesial
oleh keluarga kami. Ayah tidak pernah bosan
untuk membeli coklat, terkadang kuantitasnya
terlalu berlebihan, hingga saya pernah terkena
penyakit karena kelebihan mengkonsumsi
coklat, namun ayah tidak pernah bosan untuk
kembali membawakan coklat. Kata ayah saya,
satu kali ada seorang penjaga toko di daerah
Swis yang berkata kepada beliau, coklat tidak
pernah dinilai dari murah atau mahalnya, tapi
lebih dibalik itu, yaitu cinta yang elegan.
Unspoken love. Cinta yang tak terucap. Bagi
beberapa orang yang sulit sekali
mengucapkan cinta –bukan saya!–, coklat
perantara ampuh untuk mengungkapkannya.
Seseorang tidak perlu mengatakan cinta,
karena dengan hanya memberi coklat, orang
yang menerima coklat akan menafsirkannya
sebagai ungkapan cinta. Itu pula yang saya
lakukan, ketika saya ingin mengungkapkan
cinta kepada seseorang, selain mengatakan
kata sayang atau cinta, jika kantong saya
mendukung maka saya akan menambahkannya dengan coklat. Eit! Jangan
kemudian ditafsirkan kalau ungkapan cinta
yang saya berikan akan untuk lawan jenis,
seperti roman picisan yang ada. Saya akan
mengungkapkan cinta kepada semua orang
yang saya sayangi dan cintai; orang tua, adik,
teman, guru, dan masih banyak lagi. Tapi
kalau ada orang-orang yang pernah dan akan
saya berikan ungkapan cinta atau sayang
tidak diiringi coklat, lihat kembali ke kalimat
diatas, “jika kantong saya mendukung…”.
Hehehe…
Coklat adalah seni. Seorang guru di sebuah
bimbel pernah berkata, ada tehnik tertentu
untuk menikmati kelezatan coklat. Caranya,
jangan memakan coklat dengan dikunyah,
tapi taruh gigitan coklat diatas dinding mulut,kemudian gunakan lidah untuk mengecapnya.
Dengan cara itu pula dapat diketahui harga
sebuah coklat, coklat yang mahal dan
berkualitas akan tidak mudah lumer ketika
ditaruh diatas dinding mulut, tapi tidak dengan
coklat yang murah dan rendah kualitasnya.
Hmmm, ternyata untuk menikmati sebuah
coklat, perlu ada tehnik tertentu, ada seni
tersendiri.
Lihat bagaimana kompleksitas dan makna
sebuah coklat. Ternyata coklat tidak hanya
sekedar makanan yang melezatkan ya?
Tentunya masih banyak hal lain tentang
sebuah coklat, mau berbagi dengan saya????
-Nie, just love chocolate, not addicted!-
“Just an ordinary mind from an ordinary
person with an ordinary life”
Minggu, 08 September 2013
Cokelat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar